Monday, December 3, 2012


Mengapa perbuatan penghinaan dan pencemaran nama baik diselesaikan dengan pidana?

Disatu sisi, perbuatan penghinaan atau pencemaran nama baik melalui Sistem Elektronik (Internet) dapat dengan mudah dilakukan, sementara pelakunya sangat sulit untuk diketajui dan ditelusuri. Disisi alin, pihak yang terhina atau yang namanya tercemar sulit untuk membuktikan bahwa si pelaku lah yang melakukannya karena terhalang dengan ketentuan privasi yang diatur dalam UU ITE, dan mungkin terhambat dengan teknologi yang dimilikinya. oleh karena itu, hanya aparat penegak hukum lah, dalam hal ini kepolisian, yang memiliki tanggung jawab dan kewenangan dan menulusuri atau mengungkapkan siapa pelaku yang harus bertanggung jawab.

Meskipun demikian, sesuai dengan ketentuan KUHP bahwa penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik adalah termasuk delik aduan, maka rindak pidana yang diatur dalam Pasal 27 ayat (3) juga memerlukan panduan. Sifat paduan tersebut tetap melekat. Hal ini ditegaskan dalam Putusan MK No. 50/PUU-VI/2008. Ketentuan ini memberi ruang bagi pihak yang dirugikan (Korban) untuk menyelesaikan perdamaian diluar pengadilan atua menempuh melalui proses perdata. Setelah tindak pidana tersebut diproses dan mendapatkan putusan berkekuatan hkum tetap (in kracth), korban dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum berdasarkan pasal 1365 KUHP perdata dengan dasar putusan pidana tersebut.



Mengapa sanksi terhadap penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam pasal 27 ayat (3) UU ITE sangat berat? (pidana penjara maksimal 6 tahun dan/ atau denda maksimal 1 miliar rupiah?)

Beratnya sanksi pidana trehadap palenggaran Pasal 27 ayat (3) UU ITE sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (1) UU ITE dilihat dari karakteristik internet di atas (annonimity, bordeerless, masive effect). Kemudian, perumusan sanksi pidana yang di atur dalam Pasal 45 ayat (1) UU ITE hanya memberikan batas amksiaml : "...sebanyak-banyaknya..." dan bukan perumusan "...paling singkat...dan paling lama..." seperti perumusan dalm UNdang-Undang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi. berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan Hakim tergantung pada kesalahn si terdakwa. Sebagai perbandingan berikut ini beberapa perumusan ancaman meksimal pidana trehadap tindak pidana penyebaran informasi yang bersifat melawan hukum.

Undang-Undang Nimir 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dimuat dalam Pasal 17 yaitu Pengumuman setiap Ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintah di bidang Agamapertahanan dan keamanan Negara, kesusilaan, sertaketertiban umum, ancaman pidana maksimal 5 atahun dan / atau denda maksiaml 1 miliyar.

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, dimuat dalam Pasal 57jo. Pasal 36 ayat(5) dan ayat (6) yaitu dilakukan dengan cara menyiarkan :

o    Melalui radio : pidana penjara 5 tahun dan /atau denada 1 miliyar;
o    Melalui televisi : pidana penjara 5 tahun dan / atau denda 10 milyar.
Bukti digital forensik dari kasus Prita Mulyasari


         Sebenarnya sangat sulit sekali untuk mendapatkan bukti digital forensik dari kasus yang telah pencemaran nama baik yaang telah berada ataupun telah selesai menjalani persidangan. hal tersebut terjadi karena sudah dihapus dari dunia maya ini oleh tim digital forensik mabes polri

Berikut adalah contoh bukti digital forensik dari kasus tersebut yang kami ambil dari situs

http://melekmedia.org/kajian/literasi-baru/literasi-dijital-dari-kasus-prita/



          Dalam e-mail tersebut terdapat bagiian yang buram dan bagian tersebutlah yang berisi masalah dari kasus ini.

kenapa bagian tersebut diburamkan???
                     
 hal tersebut dilakukan karena jika tidak diburamkan maka kasus tersebut masih berlanjut sampai saat ini oleh karena itu sengaja diburamkan  hehehehehehehehehe.


Perlu diketahui bahwa kasus ni telah berakhir dan prita mulya sari tidak tebukti bersalah dan untuk selaengkapnya saudara dapat mengakses pada situs




 Berikut adalah Lembaga-lembaga yang telah dimiliki oleh Indonesia dalam menjalankan dan menegakkann UU ITE, antara lain:
1.      ID-SIRTII : Indonesia - Security Incident Response Team on Internet Infrastructure;
2.      ID-CERT : Indonesia - Computer Emergency Response Team;
3.      PANDI : Indonesia Domain Name Registry;dan
4.      Cyber Crime Unit- Indonesia National Police;

Sunday, December 2, 2012

Penyelesaian Kasus


Kita ambil kasus Prita.  Ada beberapa kaidah hukum yang bisa ditarik, yaitu diantarannya sebagai berikut :
  1. Mengungkap sebuah perasaan berupa keluhan tentang apa yang telah dialami selama menjalani proses pengobatan, yang dituangkan dalam sebuah email lalu disebar luaskan melalui email kealamat email kawan-kawannya, tidaklah dapat dipandang sebagai perbuatan melawan hukum;

  2. Tindakan mengirim atau menyebarkan email yang berisi keluhan tersebut kepada kawan-kawannya, juga bukan merupakan sebuah penghinaan. Tindakan tersebut bukan dianggap sebagai suatu "penyerangan" terhadap suatu instansi, tetapi memang fakta apa yang dialami oleh pihak terkait.

  3. Email, adalah alat komunikasi yang sifatnya pribadi dan tertutup, dan hanya orang-orang tertentu saja yang dapat mengakses dan membacanya, bukanlah sebuah media umum.

  4. Hak untuk menyampaikan informasi melalui berbagai media, secara konstitusional telah diakui dan dijamin dalam pasal 28 F UUD 1945 yang menentukan bahwa " setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia'

  5. Adanya putusan hakim pidana yang telah menyatakan terdakwa dibebaskan dari tindak pencemaran nama baik, terkait dengan gugatan perdata, putusan pidana tersebut dapat dijadikan bahan dan dipakai sebagai salah satu dasar/ alasan untuk menentukan bahwa perbuatan yang dilakukan tersebut bukanlah sifat melawan hukum.

Friday, November 30, 2012



HATE SPEECH

            Ucapan kebencian atau hate speech adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnis, gender, cacat, orientasi seksual,kewarganegaraan, agama, dan lain-lain.
            Dalam arti hukum, Hate speech adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku Pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut. Website yang menggunakan atau menerapkan Hate Speech ini disebut Hate Site. Kebanyakan dari situs ini menggunakan Forum internet dan Berita untuk mempertegas suatu sudut pandang tertentu.
            Para kritikus berpendapat bahwa istilah Hate speech merupakan contoh modern dari novel Newspeak, ketika Hate speech dipakai untuk memberikan kritik secara diam-diam kepada kebijakan sosial yang diimplementasikan dengan buruk dan terburu-buru seakan-akan kebijakan tersebut terlihat benar secara politik.
            Sampai saat ini, belum ada pengertian atau definisi secara hukum mengenai apa yang disebut Hate speech dan pencemaran nama baik dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Inggris, pencemaran nama baik diartikan sebagai sebagai defamation, libel, dan slander yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah fitnah (defamation), fitnah lisan (slander), fitnah tertulis (libel). Dalam bahasa Indonesia, belum ada istilah yang sah untuk membedakan ketiga kata tersebut, jika diterjemahkan secara kasar dari bahasa inggris : 

     1) SLANDER
    Slander adalah penghinaan yang dipublikasikan dalam bentuk yang kurang jelas, misalnya dari perkataan, suara, perubahan bahasa, gerak tubuh dan lainnya.

     2) LIBEL
     Libel adalah penghinaan yang berbentuk tertulis, ataupun dalam bentuk gambar asalkan bukan berasal dari perkataan dan bahasa tubuh.

Di Indonesia, R. Susilo menerangkan bahwa yang dimaksud dari "menghina" adalah "menyerang kehormatan dan nama baik seseorang". Yang terkena dampak hate speech biasanya merasa malu. Menurutnya, penghinaan terhadap satu individu ada 6 macam yaitu :
      1) Menista secara lisan
     2) Menista dengan surat / tertulis
     3) Memfitnah
     4) Penghinaan ringan
     5) Mengadu secara memfitnah
     6) Tuduhan secara memfitnah

Tuesday, November 27, 2012

Contoh Kasus Indonesia & Luar Negeri

Kasus di Indonesia
Pernah dengar kasus Prita Mulyasari terkait RS Omni International ? Ya. Pada saat itu, Prita datang ke RS Omni karena sudah beberapa hari mengalami sakit demam dan beberapa penyakit lainnya. Setelah diperiksa oleh dokternya, Prita didiagnosis Demam Berdarah. Namun setelah beberapa hari perawatan, ternyata ada semacam virus di leher Prita, semacam gondong. Tidak puas dengan pelayanan rumah sakit ini, Prita kemudian menyebarluaskan pengalaman ini melalui e-mail dan blog. Pihak rumah sakit tentu saja membantah ini dan menuntut Prita secara perdata dan pidana.

Kemudian, pernah mendengar juga pencemaran nama baik oleh Majalah Tempo ? Majalah Tempo pernah melakukan pencemaran nama baik secara libel, yaitu membuat karikatur mengenai polisi. Ya, polisi dalam gambar sedang menarik beberapa celengan yang berbentuk babi dengan tali. Tempo sendiri membuat judul "Rekening Gendut Perwira Polisi" yang kemudian dituntut oleh pihak polisi.

Kasus di Luar Negeri
Beberapa kasus yang sering terjadi di luar negeri adalah penghinaan terhadap suatu kelompok ras, sering terjadi pada kelompok amerika-afrika yang berkulit hitam, menjadi korban penghinaan ini.

Thursday, November 15, 2012

UU ITE dan Pasal terkait

Pidana Penjara dan Denda terkait Pasal Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE


Keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Demikian salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara No. 50/PUU-VI/2008 atas judicial review pasal 27 ayat (3) UU ITE terhadap UUD 1945. Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa nama baik dan kehormatan seseorang patut dilindungi oleh hukum yang berlaku, sehingga Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak azasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum. Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah Konstitusional.


Bila dicermati isi Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE tampak sederhana bila dibandingkan dengan pasal-pasal penghinaan dalam KUHP yang lebih rinci. Oleh karena itu, penafsiran Pasal 27 ayat (3) UU ITE harus merujuk pada pasal-pasal penghinaan dalam KUHP. Misalnya, dalam UU ITE tidak terdapat pengertian tentang pencemaran nama baik. Dengan merujuk Pasal 310 ayat (1) KUHP, pencemaran nama baik diartikan sebagai perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum.


Pasal 27 ayat (3) UU ITE
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik"



Pasal 28
(1) 
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan  menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).


Pasal 310 ayat (1) KUHP
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Rumusan Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (1) UU ITE yang tampak sederhana berbanding terbalik dengan sanksi pidana dan denda yang lebih berat dibandingkan dengan sanksi pidana dan denda dalam pasal-pasal penghinaan KUHP.

Misalnya, seseorang yang terbukti dengan sengaja menyebarluaskan informasi elektronik yang bermuatan pencemaran nama baik seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE akan dijerat dengan Pasal 45 Ayat (1) UU ITE, sanksi pidana penjara maksimum 6 tahun dan/atau denda maksimum 1 milyar rupiah.


Pasal 45 UU ITE
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).


(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Masih ada pasal lain dalam UU ITE yang terkait dengan pencemaran nama baik dan memiliki sanksi pidana dan denda yang lebih berat lagi, perhatikan pasal 36 UU ITE.


Pasal 36 UU ITE
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain"

Misalnya, seseorang yang menyebarluaskan informasi elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain akan dikenakan sanksi pidana penjara maksimum 12 tahun dan/atau denda maksimum 12 milyar rupiah (dinyatakan dalam Pasal 51 ayat 2)


Pasal 51 ayat (2) UU ITE
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Pencemaran Nama Baik Pemerintah, Organisasi, atau Kelompok Khusus

Sementara, penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap pemerintah, organisasi, atau suatu kelompok diatur dalam pasal-pasal khusus, yaitu[9]:
  1. Penghinaan terhadap kepala negara asing (Pasal 142 dan Pasal 143 KUHP)
  2. Penginaan terhadap segolongan penduduk/kelompok/organisasi (Pasal 156 dan Pasal 157 KUHP)
  3. Penghinaan terhadap pegawai agama (Pasal 177 KUHP)
  4. Penghinaan terhadap kekuasaan yang ada di Indonesia (Pasal 207 dan pasal 208 KUHP)